Agats, Kota di Atas Papan

ʟ ᴜ ᴄ ʏ
3 min readDec 30, 2016

--

Agats Irian Jaya, daerah rawa di Papua
Jalan papan di Ewer [Foto oleh Mathias Hariyadi]

Ini adalah kisah pengalaman pribadi tentang pelayanan dari teman PD (persekutuan doa) ku — Sesilia Dinda Prameswari bersama ibunya dan Panitia Peduli Keuskupan Agats dari Keuskupan Jakarta — pada November 2016. Berangkat dari Jakarta menuju Bali untuk meneruskan perjalanan menuju Timika selama 5 jam. Dari Timika meneruskan perjalanan menuju Bandara Ewer menggunakan pesawat kecil berpenumpang 12 orang. Itu bukanlah perjalanan yang mudah, karena cuaca yang sulit untuk dipredikasi. Landasan yang digunakan untuk mendarat di Ewer menggunakan papan yang dilapisi oleh karet agar pesawat tidak tergelincir.

Kota Agats adalah ibukota dari sebuah wilayah pemekaran baru Kabupaten Asmat yang merupakan bagian dari propinsi Papua. Kota ini berada di pesisir selatan pulau Papua berdekatan dengan wilayah Timika yang berada di Kabupaten Mimika. Karena posisinya yang dekat dengan Timika, maka akan lebih mudah mencapai Agats dari kota Timika dengan menggunakan kapal laut atau pesawat perintis. Agats merupakan kota penting bagi distrik-distrik di sekitarnya. Kota ini memegang peranan utama di dalam menjalankan roda perekonomian dan pemerintahan di Kabupaten baru Asmat ini.

Ada keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Agats. Kondisi tanah berlumpur dan rawa membuat kota ini harus berdiri dengan sarana jalan yang berupa papan, sekilas jalan ini menyerupai dermaga. Seluruh jalan di kota Agats memang menyerupai jembatan yang dibuat dari kayu besi. Namun seiring perkembangan jaman dan teknologi, jembatan-jembatan ini kemudian mulai disempurnakan dalam bentuk beton yang lebih kuat lagi. Hingga saat ini, pengembangan ibukota Kabupaten Asmat ini dilakukan di atas jalanan yang unik ini. Semua bangunan di kota dengan luas hampir 30.000 kilometer persegi ini pun menyesuaikan dengan bentuk rumah-rumah panggung. Bahkan, alat transportasi utama di dalam kota jembatan ini adalah motor, itupun motor yang menggunakan tenaga listrik.

Air bersih

Keterbatasan lain yang dimiliki Agats adalah kurangnya pasokan air bersih. Masyarakat Agats hingga kini bertahan dengan air hujan yang ditampung di tabung-tabung air. Kondisi tanah rawa memang membuat tanah ini sulit menyediakan air bersih. Maka tidak heran bila mandi menggunakan air tampungan ini terasa lebih licin dan sulit untuk membilas sabun yang digunakan. Bisa dibayangkan betapa sulitnya kehidupan sehari-hari mereka untuk mencuci, mandi dan minum; terlebih pada musim kemarau.

Pemanfaatan air rawa di daerah itu juga masih sulit, dengan adanya hukum adat yang melarang penggunaan sumber air karena takut tercemar. Juga dibutuhkannya penelitian lebih lanjut mengenai kandungannya apakah air tersebut memang dapat dimanfaatkan untuk minum dan lain-lain atau tidak.

Kesehatan

Sungguh mengejutkan ternyata sebagian penduduk Asmat di daerah Mumugu terkena penyakit lepra/kusta (juga dikenal dengan nama Morbus Hansen). Kusta menyebar di daerah dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Sulitnya memberikan pengetahuan pada penduduk lokal mengenai penyakit ini dan pencegahannya membuat penyakit tersebut sulit untuk ditekan.

Peningkatan jumlah pasien penyakit kusta dilaporkan juga terus mengalami peningkatan akibat keterbatasan obat-obatan dan tenaga petugas kesehatan. Tidak hanya terjadi di Mumugu, di sejumlah kampung pesisir Mimika juga terjadi peningkatan jumlah kasus kusta seperti di Pronggo, Ararau, Aindua dan kampung-kampung lainnya di Distrik Mimika Barat Tengah hingga Mimika Barat Jauh, Distrik Suator dan distrik-distrik di wilayah perbatasan dengan Kabupaten Yahukimo.

Pengolahan makanan

Suku Asmat yang mendiami Agats masih hidup dengan cara ekstraktive, yakni mengambil semua yang tersedia di alam. Mereka belum mengerti caranya bercocok tanam maupun mengolah makanan dengan baik. Makanan pokok yang mereka makan adalah sagu, yang mana kaya dengan karbohidrat namun sangat miskin gizi lainnya.

Masyarakat Asmat juga belum mengerti manfaatnya menabung. Apa yang mereka hasilkan pada hari itu, habis di hari yang sama.

Tidak mudah memang melayani di daerah dengan kondisi masyarakat adat yang masih belum terlalu melek teknologi, namun kita sebagai masyarakat yang sudah hidup di dunia modern ada baiknya dapat menjadi panduan yang baik bagi mereka sehingga dapat menuntun mereka pada kondisi kehidupan yang lebih baik.

--

--

ʟ ᴜ ᴄ ʏ

I'm a part time (artist) who lives 17% in the digital world, 3% in the dream world and 80% in the real world.